Review Dampak Pemanfaatan Energi Batubara Dan Nuklir

A.     Dampak Pemanfaatan Energi Batubara

Dampak Batubara di hulu:

Penambangan batubara jenis tambang permukaan dilakukan dengan membuang tanah dan batuan di atas lapisan batubara, atau “mengelupas” tanah yang mengganggu di permukaan. Jumlah batubara yang diproduksi di tambang permukaan tidak hanya ditentukan oleh luas lahan yang ditambang, tetapi juga oleh ketebalan endapan batubara. Proses pengelupasan tanah tersebut menggunakan kombinasi bahan peledak dan peralatan pertambangan dan dibuang ke lembah-lembah di dekatnya. Akibatnya, lanskap akan berubah, dan sungai dapat dipenuhi dengan campuran batu dan tanah. Air yang mengalir dari lembah-lembah mungkin mengandung polutan yang dapat membahayakan satwa di hilir perairan.

Penambangan batubara lainnya dapat dilakukan dengan cara pertambangan bawah tanah.  Jenis pertambangan ini memiliki dampak yang lebih rendah terhadap lingkungan secara keseluruhan dibandingkan tambang permukaan. Dampak paling serius dari tambang bawah tanah mungkin adalah gas metana yang harus dibuang keluar dari tambang untuk membuat tambang aman bagi para pekerja. Metana adalah gas rumah kaca yang kuat, yang berarti bahwa berdasarkan beratnya gas ini memiliki potensi memicu pemanasan global jauh lebih tinggi dibandingkan gas rumah kaca lainnya.  Selain itu, dampak lainnya adalah tanah di atas terowongan tambang juga bisa runtuh, dan air asam dapat mengalir dari tambang bawah tanah yang telah ditinggalkan. Penambangan batubara bawah tanah adalah profesi yang berbahaya, penambang batubara dapat terluka atau tewas dalam kecelakaan pertambangan, terutama di negara tanpa peraturan keselamatan dan prosedur yang ketat. Pekerja juga bisa menderita penyakit paru-paru akibat debu batubara di tambang.

Dampak batubara di hilir:

Pembakaran batubara menghasilkan emisi yang mempengaruhi lingkungan dan kesehatan manusia. Emisi utama yang dihasilkan dari pembakaran batubara adalah:

  • Sulfur dioksida (SO2), yang berkontribusi terhadap hujan asam dan penyakit pernafasan.
  • Nitrogen oksida (NOx), yang berkontribusi terhadap penyakit pernapasan dan asap.
  • Partikulat, yang berkontribusi terhadap asap, kabut, penyakit pernapasan dan penyakit paru-paru.
  • Karbon dioksida (CO2), yang merupakan gas emisi rumah kaca utama dari pembakaran bahan bakar fosil (batubara, minyak, dan gas alam).
  • Merkuri dan logam berat lainnya, yang telah dikaitkan dengan kerusakan baik neurologis dan perkembangan pada manusia dan hewan. Konsentrasi merkuri di udara biasanya rendah dan memiliki dampak yang kecil. Namun, ketika merkuri memasuki air – baik secara langsung atau melalui deposisi dari udara – proses biologis mengubahnya menjadi metilmerkuri, suatu bahan kimia yang sangat beracun yang terakumulasi pada ikan dan hewan (termasuk manusia) yang makan ikan.
  • Fly ash dan bottom ash merupakan residu yang terjadi ketika batubara dibakar di pembangkit listrik. Sebelum adanya awareness  tentang iklim, fly ash langsung dilepaskan ke udara melalui cerobong asap, namun saat ini harus ditangkap oleh perangkat kontrol polusi, seperti scrubber. Fly ash umumnya disimpan pada pembangkit listrik batubara atau ditempatkan di tempat pembuangan sampah.

B.     Dampak Pemanfaatan Energi Nuklir

Apabila dilakukan dalam operasional yang normal, dampak dari PLTN sangat sedikit menyebabkan kerusakan lingkungan dan bermanfaat untuk menggantikan pembangkit-pembangkit yang mengeluarkan emisi CO2,SO2 dan NOx. Pembangunan PLTN akan membantu mengurangi hujan asam dan membatasi emisi gas rumah kaca dibandingkan pembangkit bahan bakar lainnya.  Namun demikian di banyak negara muncul reaksi terhadap PLTN akibat kurangnya sosialisasi masyarakat sehingga menimbulkan ketakutan yang berlebihan. Reaksi tersebut berupa kepedulian terhadap risiko kecelakaan, pembuangan limbah radioaktif dan proliferasi senjata nuklir yang berkaitan langsung dengan proteksi lingkungan. Hal tersebut seharusnya tidak terjadi karena industri nuklir telah meminimalkan dampaknya sehingga dapat di pertahankan pada level yang hampir mencapai level dari industri-industri lain. Risiko potensial terhadap kesehatan dan lingkungan dari sebuah PLTN bergantung pada desain tapak, konstruksi dan operasinya sehingga segala kemungkinan adanya bahaya telah diketahui sejak awal pengembangan dan dibuat mitigasi untuk meminimalkan dampak kerusakannya.

C. Isu perubahan iklim lebih tepat untuk di negara-negara industri maju

Dampak lingkungan dari batubara dan nuklir seharusnya tidak disimplifikasi hanya sebagai perubahan iklim global sedangkan co-impact nya adalah dampak lingkungan dan sosial-ekonomi secara lokal (baik lokal di sekitar pembangkit maupun nasional). Apabila berbicara mengenai perubahan iklim dari gas rumah kaca (GHG, green house gas), negara berkembang seperti Indonesia hanya meenyumbang dalam persentase sangat kecil dibandingkan negara-negara maju (negara industri) seperti Amerika, China, Brazil, dll, seperti dapat dilihat dalam grafik di bawah ini.

emisi

Emisi GRK Bberapa Negara di dunia 2000 (Mton CO2e). Notes: * termasuk limbah domestic dan industri; jika emisi GHG dari kebakaran lahan gambut termasuk lulucf, Indonesia meghasilkan1.4 Giga Ton CO2eq.

Untuk mencegah atau melakukan mitigasi dampak lingkungan dari pertambangan batubara, dibutuhkan pelaksanaan pengelolaan lingkungan pertambangan yang baik, good practices harus diterapkan dalam tiap tahapan mulai dari persiapan, produksi, hingga pasca tambang.

life cycle analysis adalah alat untuk menilai potensi dampak lingkungan dari sistem produk atau jasa pada semua tahap dalam siklus hidup mereka – dari ekstraksi sumber daya, melalui produksi dan penggunaan produk, transportasi, dan berakhir dengan manajemen limbah termasuk pendaur ulangan dan pembuangan akhir. Pada setiap tahapan siklus hidup terjadi emisi dan konsumsi sumberdaya. Dampak lingkungan dari keseluruhan siklus hidup produk dan jasa perlu diketahui. LCA umumnya dipandang sebagai analisa “cradle -to-grave” (kemunculan sampai kepunahan).  LCA dapat digunakan bagi pengembangan keputusan pemilikan strategi bisnis, bagi produk, dan disain proses, dan perbaikan, untuk menata kriteria eko-labeling dan untuk berkomunikasi tentang aspek lingkungan dari produk.

Ilustrasi suatu contoh LCA untuk pemanfaatan sumber daya energi.(http://www.lbl.gov/publicinfo/newscenter/features/2008/apr/assets/img/hires/LCA.jpg)

D.    Pengambilan keputusan untuk memanfaatkan suatu sumberdaya energi

Penggunaan suatu sumberdaya energi pasti memiliki dampak pada siklus hidup alam maupun makhluk hidup yang hidup di dalamnya.  Oleh karena itu, pengambilan keputusan untuk menggunakan suatu sumberdaya energi harus mempertimbangkan segala aspek baik lingkungan, sosial maupun ekonomi.  Pengambilan keputusan seharusrnya dapat menggunakan prinsip-prinsip sebagai berikut:

  1. Fleksibilitas. Setiap pengambilan keputusan mempertimbangkan waktu.  Sesuatu yang baik untuk saat ini, apakah akan memiliki dampak yang baik juga pada masa depan, dan sebaliknya. Keputusan yang diambil mempertimbangkan dampak pada masa depanàsustainability.
  2. Alternative. Selalu ada pilihan dalam mengambil keputusan.  Suatu pengambilan keputusan tidak boleh memiliki pilihan atau cara pandang yang sempit.
  3. Efisiensi. Membandingkan sebab akibat dari suatu pilihan untuk memutuskan mana yang memiliki dampak minimal dan keuntungan maksimal.
  4. Constraint. Suatu pengambilan keputusan harus dihadapkan pada batasan-batasannya untuk dapat mengambil keputusan terbaik yang bersifat win-win solution. adanya batasan-batasan juga dapat memperkirakan dampak yang akan terjadi di masa depan, sehingga dapat membuat analisa mitigasi untuk meminimalkan dampak yang tidak diinginkan.

 

Perkembangan Bioteknologi Untuk Batubara Bersih di Indonesia

Abstrak

Ketersediaan energi untuk memenuhi kebutuhan manusia ternyata berdampak pada eksplorasi seluruh sumber daya alam yang dapat digunakan untuk bahan bakar. Setelah isu menipisnya cadangan minyak bumi, batubara menjadi bahan bakar fosil yang dijadikan pilihan untuk dieksplorasi. Namun demikian penggunaan batubara sebagai bahan bakar menimbulkan kontroversi mengenai dampak lingkungan yang ditimbulkannya berkaitan erat dengan emisi karbon, SOx dan NOx yang dikeluarkan pada produksi batubara mulai dari hulu hingga hilir. Clean coal technology atau teknologi batubara bersih merupakan teknologi penggunaan bahan bakar batubara yang mempertimbangkan dampak emisi pada lingkungan. Clean coal technology dapat diterapkan pada saat, sebelum, atau sesudah pembakaran berlangsung. Salah satu teknologi yang bahkan meniadakan proses pembakaran batubara adalah dengan pencairan batubara dengan bioteknologi. Terdapat banyak publikasi riset mengenai konversi batubara dengan bioteknologi. Secara teori, bioteknologi seharusnya efisien untuk dikembangkan sebagai teknologi batubara bersih yang akan menghasilkan produk setara minyak dan solar namun dengan dampak lingkungan yang sangat minim. Namun demikian, penerapan bioteknologi masih merupakan alternatif paling terakhir dalam rencana pengembangan teknologi batubara bersih Indonesia. Tulisan ini dibuat untuk membahas mengenai teknologi tersebut, manfaat, sejauh mana perkembangannya, dan kemungkinan di Indonesia.

 Kata kunci: batubara, bioteknologi, emisi, dan teknologi bersih.

Note:

Sorry only abstract. I’ll open for further discussion. Thanks.